Biografi MAX WEBER beserta Pemikiran dan Aliran Filsafat Hukum
Max Weber lahir pada tanggal 21 April 1864 di
Erfurt, Prussia, Jerman. Dia merupakah seorang ahli sosiolog dan ekonom politik
yang terkenal karena tesisnya yang membahas tentang “etika protestan yang
berhubungan dengan kapitalisme dan ide-idenya dalam hal birokrasi. Pengeruh
besar yang di miliki Weber dalam bidang sosiologis adalah karena tuntutannya
dalam mencari objektivitas sebuah keilmuan dan analisis tentang dibalik
tindakan manusia.
Ayahnya bernama Ayahnya, Max Weber Sr., yang
merupakan seorang yang terlatih secara hukum dan bergerak sebagai politikus
liberal dan seorang anggota terkemuka Partai Liberal Nasional, yang telah menerima
kepemimpinan otokratis Bismarck dan monarki birokratis dari kekaisaran Jerman.[1] Ibunya
bernama Helena Weber, ia merupakan seorang wanita yang religius dimana dia
lebih mementingkan urusan akhirat daripada dunia. Latar belakang dan pemikiran
yang berbeda antara ayah dan ibu Mas Weber
inilah yang membuat seorang Max Weber bingung dalam menentukan pemikirannya.
Melihat latar belakang yang bertolak belakang antara
kedua orang tuanya tersebut Max Weber dihadapkan dengan pilihan yang sulit
yakni lebih cenderung kepada ayahnya ataukah ibunya. Pada awalnya Max Weber
lebih cenderung kepada ayahnya namun kemudian lebih dekat dengan ibunya.[2]
Pada umur 18 tahun Max Weber meninggalkan rumah untuk
sementara waktu belajar di Universitas Heidelberg, disana Max Weber berkembang
mengikuti jejak ayahnya yakni mengarah kearah hukum. Setelah tiga tahun
kemudian Max weber meninggalkan Heidelberg untuk menjalani wajib militer dan
pada tahun 1884 kembali ke berlin dan rumah orang tuanya untuk mengambil kuliah
di Unversitas Berlin, yang kemudian mendapatkan gelar doktor dan menjadi
pengacara.[3]
Pada
tahun 1896, Max Weber mendapatkan gelar profesor ekonomi di Heidelberg, namun
pada tahun 1897 ketika karirnya sedang berkembang ayahnya meninggal dunia
setelah bertengkar hebat denganya. Sehingga seorang Max Weber mengalami
keruntuhan mental, sehingga ia sering kali tidak mau tidur dan bekerja. Namun
pada tahun 1904 ia kembali bangkit dan kembali dalam kehidupan akademis. Pada
tahun 1903 Weber memiliki kesempatan untuk melanjutkan pekerjaan ilmiah. Dan pada
tahun 1905 ia menerbitkan salah satu karyanya yang terkenal yakni The Protestant
Ethic and the Spirit of Capitalism. Dalam karyanya ini ia banyak menyatakan
kesalehan ibunya yang diwarisinya pada level akademik, Weber banyak mempelajari
agama meskipun secara pribadi ia tidak religius.[4]
Warisan
pada tahun 1907 membuatnya mandiri secara finansial. Dia tidak mengajar lagi
sampai setelah Perang Dunia I. Sifat pekerjaannya yang paling penting setelah
pemulihan parsialnya menunjukkan bahwa penderitaan yang berkepanjangan telah
membawanya untuk mengembangkan wawasan brilian ke dalam hubungan moralitas
Calvinis dan kerja paksa, ke dalam hubungan antara berbagai agama etika dan
proses sosial dan ekonomi, dan ke banyak pertanyaan lain yang sangat penting.
Memang, Weber menghasilkan pekerjaannya yang paling penting dalam 17 tahun
antara bagian terburuk dari penyakitnya dan kematiannya. Dan pada akhirnya ia
meninggal pada 14 Juni 1920 di Munich, Jerman.[5]
Weber
memandang hukum sebagai suatu kumpulan norma-norma atau aturan-aturan yang
dikombinasikan dengan konsensus dan penggunaan paksaan kekerasan. Hukum
merupakan kesepakatan yang valid dalam suatu kelompok tertentu (consensually
valid in a group) dan merupakan jaminan (guaranted) melalui suatu perlengkapan
pemaksa (coercive apparatus). Dua unsur tersebut merupakan unsur yang mutlak
harus ada untuk adanya yang disebut hukum. Oleh karena itu, baginya, hukum
merupakan kombinasi antara lain kumpulan beberapa langkah-langkah kesepakatan, suatu
persetujuan yang dipertahankan secara sangat mendalam tentang prosedur dan
proses melalui apa yang dibuat oleh hukum, pelaksanaan melalui organisasi
kekuasaan negara.
Dalam
pandangan Max Weber, hukum merupakan aturan-aturan yang mengizinkan orang pada
umumnya untuk secara aktif melaksanakan melalui pranata-pranata khusus yang
mempunyai kewenangan untuk melakukan paksaan secara sah, sanksi ekonomi seperti
denda, dan lain-lain, sumber kekuasaan yang membuat orang tunduk atau untuk
menjatuhkan hukuman bagi pelaku kekerasan. Dan, yang paling menarik dan
pandangan Weber tentang hukum adalab Weber melihat hukum merupakan perpaduan
antara konsensus dan paksaan.
Jika
dianalisis, pemikiran Max Weber masuk kedalam legal positivism karena menurut
Weber hukum berisi tentang konsesus dan paksaan yang wajib ditaati oleh setiap
warga negara.
[1] Fritz Ringer, 2004, Max Weber An Intelectual Biography.
United States of America, The University of Chicago Press. Hlm. 1
[2] MI Ahfas, 2015, Biografi Max Weber, (http://digilib.uinsby.ac.id/4277/3/Bab%202.pdf
, dikses pada tanggal 13 november 2018).hlm 32.
[3]Ibid. Hlm. 32-33.
[4] Ibid. Hlm 33
[5] Arthur Mitzman, 2018, Max Weber, Encyclopædia Britannica, inc
No comments:
Post a Comment