Monday, December 10, 2018

Biografi MAX WEBER beserta Pemikiran dan Aliran Filsafat Hukum

Biografi MAX WEBER beserta Pemikiran dan Aliran Filsafat Hukum
Max Weber lahir pada tanggal 21 April 1864 di Erfurt, Prussia, Jerman. Dia merupakah seorang ahli sosiolog dan ekonom politik yang terkenal karena tesisnya yang membahas tentang “etika protestan yang berhubungan dengan kapitalisme dan ide-idenya dalam hal birokrasi. Pengeruh besar yang di miliki Weber dalam bidang sosiologis adalah karena tuntutannya dalam mencari objektivitas sebuah keilmuan dan analisis tentang dibalik tindakan manusia.
Ayahnya bernama Ayahnya, Max Weber Sr., yang merupakan seorang yang terlatih secara hukum dan bergerak sebagai politikus liberal dan seorang anggota terkemuka Partai Liberal Nasional, yang telah menerima kepemimpinan otokratis Bismarck dan monarki birokratis dari kekaisaran Jerman.[1] Ibunya bernama Helena Weber, ia merupakan seorang wanita yang religius dimana dia lebih mementingkan urusan akhirat daripada dunia. Latar belakang dan pemikiran yang berbeda antara ayah dan ibu  Mas Weber inilah yang membuat seorang Max Weber bingung dalam menentukan pemikirannya.
Melihat latar belakang yang bertolak belakang antara kedua orang tuanya tersebut Max Weber dihadapkan dengan pilihan yang sulit yakni lebih cenderung kepada ayahnya ataukah ibunya. Pada awalnya Max Weber lebih cenderung kepada ayahnya namun kemudian lebih dekat dengan ibunya.[2]
       Pada umur 18 tahun Max Weber meninggalkan rumah untuk sementara waktu belajar di Universitas Heidelberg, disana Max Weber berkembang mengikuti jejak ayahnya yakni mengarah kearah hukum. Setelah tiga tahun kemudian Max weber meninggalkan Heidelberg untuk menjalani wajib militer dan pada tahun 1884 kembali ke berlin dan rumah orang tuanya untuk mengambil kuliah di Unversitas Berlin, yang kemudian mendapatkan gelar doktor dan menjadi pengacara.[3]
Pada tahun 1896, Max Weber mendapatkan gelar profesor ekonomi di Heidelberg, namun pada tahun 1897 ketika karirnya sedang berkembang ayahnya meninggal dunia setelah bertengkar hebat denganya. Sehingga seorang Max Weber mengalami keruntuhan mental, sehingga ia sering kali tidak mau tidur dan bekerja. Namun pada tahun 1904 ia kembali bangkit dan kembali dalam kehidupan akademis. Pada tahun 1903 Weber memiliki kesempatan untuk melanjutkan pekerjaan ilmiah. Dan pada tahun 1905 ia menerbitkan salah satu karyanya yang terkenal yakni The Protestant Ethic and the Spirit of Capitalism. Dalam karyanya ini ia banyak menyatakan kesalehan ibunya yang diwarisinya pada level akademik, Weber banyak mempelajari agama meskipun secara pribadi ia tidak religius.[4]
Warisan pada tahun 1907 membuatnya mandiri secara finansial. Dia tidak mengajar lagi sampai setelah Perang Dunia I. Sifat pekerjaannya yang paling penting setelah pemulihan parsialnya menunjukkan bahwa penderitaan yang berkepanjangan telah membawanya untuk mengembangkan wawasan brilian ke dalam hubungan moralitas Calvinis dan kerja paksa, ke dalam hubungan antara berbagai agama etika dan proses sosial dan ekonomi, dan ke banyak pertanyaan lain yang sangat penting. Memang, Weber menghasilkan pekerjaannya yang paling penting dalam 17 tahun antara bagian terburuk dari penyakitnya dan kematiannya. Dan pada akhirnya ia meninggal pada 14 Juni 1920 di Munich, Jerman.[5]
Weber memandang hukum sebagai suatu kumpulan norma-norma atau aturan-aturan yang dikombinasikan dengan konsensus dan penggunaan paksaan kekerasan. Hukum merupakan kesepakatan yang valid dalam suatu kelompok tertentu (consensually valid in a group) dan merupakan jaminan (guaranted) melalui suatu perlengkapan pemaksa (coercive apparatus). Dua unsur tersebut merupakan unsur yang mutlak harus ada untuk adanya yang disebut hukum. Oleh karena itu, baginya, hukum merupakan kombinasi antara lain kumpulan beberapa langkah-langkah kesepakatan, suatu persetujuan yang dipertahankan secara sangat mendalam tentang prosedur dan proses melalui apa yang dibuat oleh hukum, pelaksanaan melalui organisasi kekuasaan negara.
Dalam pandangan Max Weber, hukum merupakan aturan-aturan yang mengizinkan orang pada umumnya untuk secara aktif melaksanakan melalui pranata-pranata khusus yang mempunyai kewenangan untuk melakukan paksaan secara sah, sanksi ekonomi seperti denda, dan lain-lain, sumber kekuasaan yang membuat orang tunduk atau untuk menjatuhkan hukuman bagi pelaku kekerasan. Dan, yang paling menarik dan pandangan Weber tentang hukum adalab Weber melihat hukum merupakan perpaduan antara konsensus dan paksaan.
Jika dianalisis, pemikiran Max Weber masuk kedalam legal positivism karena menurut Weber hukum berisi tentang konsesus dan paksaan yang wajib ditaati oleh setiap warga negara.




[1] Fritz Ringer, 2004, Max Weber An Intelectual Biography. United States of America, The University of Chicago Press. Hlm. 1
[2] MI Ahfas, 2015, Biografi Max Weber, (http://digilib.uinsby.ac.id/4277/3/Bab%202.pdf , dikses pada tanggal 13 november 2018).hlm 32.
[3]Ibid. Hlm. 32-33.
[4] Ibid. Hlm 33
[5] Arthur Mitzman, 2018, Max Weber, Encyclopædia Britannica, inc

No comments:

Post a Comment