Monday, December 10, 2018

Biografi SAINT AGUSTINUS beserta Pemikiran dan Aliran Filsafat Hukum

Biografi SAINT AGUSTINUS beserta Pemikiran dan Aliran Filsafat Hukum
Agustinus dilahirkan pada 13 November 354 di Thagaste, Afrika utara (bagian dari kerajaan Romawi) dalam sebuah keluarga “setengah” kristiani. Ibunya Monica (tokoh utama dalam “Confessiones”) adalah seorang penganut agama kristiani, ayahnya bukan pemeluk agama kristiani, hingga menjelang wafat. Monica mendidik Agustinus secara kristiani, tetapi ia sendiri melukiskan masa mudanya sebagai saat-saat sebelum pertobatan. Agustinus menempuh pendidikan dasar di Thagaste, lalu pindah ke selatan (Madauros), lalu kembali lagi ke Karthago untuk belajar Rhetorik, menjelang kematian ayahnya pada tahun 370. Di sana ia hidup bersama dengan seorang konkubinat dan memiliki seorang anak (372) yang bernama Adeodatus. Pada waktu itu pula ia berkenalan dengan karya Ciceoro (Hortensius) yang mendorong dia untuk kemudian mempelajari filsafat/kebijaksanaan.[1]
Dalam rangka mencari kebijaksanaan itu ia mulai membaca Kitab Suci, tetapi kemudian kecewa pada isinya dan kemudian berpaling pada aliran Manikeisme. Gerakan ini dirintis oleh seorang Persia bernama Mani (216-276/277). Agustinus tertarik pada aliran ini karena terkesan pada para penganut Manikeisme tingkat tinggi yang mempraktekkan askese yang ketat. Pada fase ini ia menulis sebuah karya tentang estetika berjudul ‘De pulchro et apto’. [2]
Tahun 382 menjadi tahun yang mengecewakan bagi Agustinus karena kunjungan dari Faustus, salah seorang uskup manikeis termasyur yang ternyata di mata Agustinus tidak cemerlang, dan tidak mampu menjawab pertanyaan-pertanyaan teologis aktual. Ia pun lari meninggalkan Karthago dan melawan kehendak ibunya, pergi ke Roma. Setelah sempat mengalami sakit keras, ia pindah ke kota Milan. Di kota inilah dia kemudian berjumpa dengan seorang ahli pidato, Uskup Milan termasyur, yaitu Ambrosius yang sangat dipengaruhi oleh pemikiran platonisme. Pada fase inilah Agustinus mulai lebih serius mempelajari kekristenan. Ia sendiri menyebut fase ini sebagai fase pencerahan. “Terang kepastian itu merasuki hati saya dan segala keraguan kegelapan pun lenyap”.
Ia pun mengakhiri karier duniawinya. Pada perayaan Paskah 387 Ambrosius membabtis Agustinus dan ayahnya di Milan. Ibunya meninggal pada tahun tersebut. Tahun 390/391 ia ditahbiskan menjadi imam dan pada maret 392 menyampaikan kotbahnya untuk pertamakalinya. Tiga tahun kemudian ia menjadi Uskup.
Karena karya-karyanya yang banyak dan berbobot, Agustinus menjadi figur penting bagi perkembangan kekristenan di Afrika Utara. Disput Agustinus melawan Manikeisme menghasilkan karya-karya berikut: De utilitate credenda, De duabus animabus, Contra Aimantum). Pada tahun 400-411 ia menghasilkan 20 tulisan melawan aliran lain bernama Donatisme (kelompok elit kekristenan yang menganut paham eklesiologi yang eksklusif). Lawan berikut Agustinus  tentu saja kemudian adalah Pelagius (360-435). Selama dua puluhan tahun disput melawan Pelagius, Agustinus melahirkan banyak buku dan tulisan (De peccatorum meritis et remissione, De natura et gratia, De gestis Pelagii, dll).
Akan tetapi karya Agustinus yang paling termasyur dan original adalah dua karya berikut: De trinitate (399-419) dan De civitate Dei (413-426/27). De trinitate berisi refleksi filosofis, teologis, eksegetis tentang Allah Tritunggal, serta memuat pula aneka analogi tentang Allah Tritunggal sebagaimana dapat kita temukan dalam diri manusia (Antropologi). Sedangkan dalam De civitate Dei disajikan bentuk apologia kristiani berkaitan dengan pemaknaan sejarah (teologi sejarah). Secara keseluruhan hingga 427 Agustinus menghasilkan 232 buku, belum terhitung kotbah-kotbah dan surat-suratnya. Setelah mengalami sakit keras, Agustinus meninggal pada 28 Agustus 430 pada usia 76 tahun. Ada yang mengatakan bahwa ia meninggal dunia persis saat orang-orang vandal meruntuhkan tembok kota hippo ia disebut-sebut mendorong para warga kota untuk menahan serangan, terutama atas dasar bahwa oran-orang vandal adalah penganut bidah Arian.[3]
Seluruh pemikiran Agustinus diarahkan menuju Tuhan. Baginya, Kristen adalah sumber kebenaran. Perlu kejelasan apakah kebenaran tersebut hanya dapat diwahyukan dengan iman atau apakah kebenaran itu juga dapat ditemukan dengan rasio. Rasio dan iman, menurut Agustinus, tidak dapat dipisahkan. Rasio diletakkan dalam iman dan dalam iman diletakkan rasio. Dengan demikian, pengetahuan dan iman beriringan pada jalan yang sama, jalan menuju  Tuhan.
Pemikiran yang terkenal dari Agustinus dalam termuat karya besarnya, yang berjudul “De Civitate Dei” atau Tentang Negara Tuhan. Buku ini merupakan pembelaan terhadap agama Kristen dan suatu polemik dengan kaum tak beragama. Dalam karya ini, Agustinus memberikan gambaran adanya dua kota atau negara, yaitu di satu pihak Civitas Dei (Negara Tuhan) dan di lain pihak ada Civitas Terrena atau Diaboli (Negara Duniawi atau Negara Iblis). Negara Tuhan adalah negara yang sempurna, yang ideal sehingga dipuji oleh Agustinus. Negara duniawi adalah negara yang serba kekurangan, yang brengsek sehingga ditolaknya. Negara Tuhan bukanlah negara dari dunia ini dan ada di dunia ini, namun semangatnya bisa dimiliki sebagian dan diusahakan oleh beberapa orang di dunia ini untuk mencapainya. Agustinus memandang gereja sebagai bayangan dari Civitas Dei di dunia ini, meliputi seluruh dunia.
Bagi Agustinus, negara dunia dan gereja tidak sepenuhnya sama dengan pengertian Negara Tuhan dan Negara Duniawi. Namun, kerajaan duniawi kebanyakan adalah Civitas Diaboli benar-benar. Negara duniawi lahir karena manusia telah terjerumus ke dalam keadaan dosa, sebagaimana ditunjukkan oleh salah satu cerita sejarah dalam  Kitab Wasiat Lama. Perbudakan itu pun adalah akibat langsung dari padanya.[4]
Jika dianalisis, aliran yang masuk kedalam pemikiran Agustinus adalah hukum kodrat. Karena dia mempresentasika segala nya yang ada di dunia ini berdasarkan agama dan tuhan. Bahkan dia memiliki pemikiran dengan negara Tuhan sebagai negara yang sempurna.




[1] Adrianus Sunarko, 2016, Agustinus, Makalah:Komunitas Salihara. Hlm. 1-2.
[2] Ibid, Hlm. 2.
[3] Beltasar Pakpahan, 2018, Agustinus, Dosa Awal, Academia.edu.
[4] Mulyono, 2014, Latar Belakang Pemikiran Modern, Modul 1 Universitas Terbuka, hlm.20-21.


No comments:

Post a Comment