Descartes
lahir pada tanggal 31 Maret 1596 di La Haye Totiraine, sebuah daerah kecil di
Prancis Tengah. Ia adalah anak ketiga dari seorang ketua parlemen Inggris. Pada
tahun 1597, ketika berusia satu tahun, ibunya meninggal. Peristiwa itu sangat
membekas pada dirinya dan berakibat timbulnya sifat selalu khawatir di kemudian
hari.
Dia
sekolah di Universitas Jesuites di La Fleche dari tahun 1604-1612 M, yang
tampaknya telah memberikannya dasar-dasar matematika modern, jauh lebih baik
daripada yang bisa diperolehnya di kebanyakan universitas pada saat itu. Pada
tahun 1612, dia pergi ke Paris. Namun, kehidupan di sana membuatnya bosan, dan
kemudian dia mengasingkan diri di daerah terpencil di Fauborg St. Germain untuk
menekuni Geometri. Namun demikian, teman-temannya menemukannya, maka untuk
lebih menyembunyikan diri, dia mendaftar sebagai tentara Belanda pada tahun
1617.[1]
Tahun
1621, Descartes berhenti dari medan perang dan setelah berkelana ke Italia,
lalu ia menetap di Paris (1625). Tiga tahun kemudian, ia kembali masuk tentara,
tetapi tidak lama ia keluar lagi dan akhirnya memutuskan untuk hidup di negeri Belanda.
Di sinilah, ia menetap selama 20 tahun (1629-1649) dalam iklim kebebasan
berpikir. Di negeri inilah, ia dengan leluasa menyusun karya-karyanya di bidang
ilmu dan filsafat. Meskipun Descartes tidak pernah menikah, tetapi dia
mempunyai seorang anak perempuan kandung yang meninggal pada usia lima tahun, peristiwa
ini menurutnya merupakan satu kesedihan paling dalam selama hidupnya.[2]
Descartes
menghabiskan masa hidupnya di Swedia tatkala ia memenuhi undangan Ratu
Christine yang menginginkan pelajaranpelajaran darinya. Pelajaran-pelajaran
yang diharuskan diajarkan setiap jam lima pagi menyebabkan Descartes jatuh
sakit, yang menjemput ajalnya pada 11 Februari 1650 di usia 54 tahun, sebelum
ia sempat menikah. Jenazahnya kemudian dipindahkan ke Prancis pada 1667, dan tengkoraknya
disimpan di Museum d’Historie Naturelle, Paris.[3]
Dalam
pemikiran Descartes yaitu Cogito Ergo Sum yang berarti aku berfikir maka aku
ada, beliau menggunakan metode analistis kristis melalui keraguan (skeptis)
dengan penyangsian. Yaitu dengan menyangsikan atau meragukan segala apa yang
bisa diragukan. Descartes sendiri menyebutnya metode analitis. Descartes juga
menegaskan metode lain: empirisme rasionil. Metode itu mengintregasikan segala
keuntungan dari logika, analisa geometris, dan aljabar. Yang di maksud analisa
geometris adalah ilmu yang menyatukan semua disiplin ilmu yang dikumpulkan
dalam nama “ilmu pasti”.
Mengenai
pendekatan yang digunakan Descartes dalam menganalisa pemikirannya, sudah
kelihatan jelas bahwa beliau menggunakan pendekatan filsafat yang mana menganut
paham rasionalisme yang sangat mengedepankan akal. Dapat dipahami bahwasanya
Rene Descartes dalam “Cogito Ergo Sum”nya menggunakan metode analitis tentang
penyangsian dan dengan menggunakan pendekatan filsafat yang rasional.
Jika
dianalisis, pemikiran Descartes lebih cenderung ke hukum kodrat karena
pemikiran Descartes selalu berdasarkan rasionalisme akal. Dan dia memiliki
pemikiran bahwa “Cogito Ergo Sum” dengan adanya pernyataan tersebut sudah
sangat jelas bahwa pemikiran Descartes lebih ke hukum kodrat.
[1] Bertrand Russell, 2007, Sejarah Filsafat Barat: Kaitannya dengan
Kondisi Sosio-Politik Zaman Kuno Hingga Sekarang, Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, hlm. 733.
[2] Ibid. Hlm. 735
[3] Zubaedi dkk, 2007, Filsafat Barat; Dari Logika Baru Rene
Descartes Hingga Revolusi Sains ala Thomas Kuhn, Yogyakarta, Ar Ruzz Media,
hlm. 18.
No comments:
Post a Comment